Kekeringan adalah salah satu Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Kabupaten Gunungkidul setiap musim kemarau . hal ini disebabkan oleh sumber air yang ada di daerah mengering sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi . kondisi ini juga ditambah dengan pohon – pohon penyimpan air di sumber – sumber mata air atau resan banyak yang sudah mati karena termakan usia.
Melihat kondisi seperti ini menarik kepedulian sejumlah orang yang tergabung dalam komunitas Resan Gunungkidul (KRG) dan Forum Disabilitas Tangguh Bencana (FDTB) untuk ikut andil dalam perbaikan ketersediaan air dalam jangka Panjang. Sehingga permasalahan kesulitan air yang dialami oleh masyarakat gunungkidul saat musim kemarau bisa diatasi.
Aksi Nyata
Dari rasa kepedulian tersebut terjalinlah kerjasama Forum Disabilitas Tangguh Bencana (FDTB) dengan Komunitas Resan Gunungkidul (KRG) yang bermula pada tahun 2020 yang lalu dengan kegiatan penanaman pohon beringin, gayam, klumpit, elo, munggur dan pohon- pohon besar lainnya di lokasi 9 titik resan di kecamatan Nglipar & Karangmojo. Manfaat dari kegiatan ini adalah agar sumber air tetap terjaga kelestariannya mengingat Gunungkidul adalah daerah rawan bencana kekeringan. Inilah aksi nyata FDTB untuk Gunungkidul dan sebagai salah satu Gerakan atau angkah pengurangan resiko bencana FPRB tutur hardiyo
Dukungan Masyarakat
Masyarakat sangat mendukung adanya reboisasi karena kegiatan ini terlaksana atas dasar niat hati bukan karena materi, untuk memelihara sumber air dan tanah agar Gunungkidul lebih hijau lagi. Bisa juga sebagai ajang silaturahmi, menciptakan lokasi baru wisata budaya Jawa & memelihara tradisi masyarakat. Kami berpesan agar masyarakat merawat sumber air atau resan yang ada disekitarnya agar ketersedian air dapat terjaga
Pengetahuan Kebencanaan Untuk Disabilitas Terganjal Infrastruktur Yang belum Aksesesibel
Puji Lestari sudah hafal langkah-langkah menyelamatkan Putri anaknya disabilitas Celebal palsy yang berusia 17 tahun seandainya bencana datang sewaktu-waktu.
“Kalau gempa, saya harus mendekati Putri supaya tenang terlebih dahulu. Putri memang mudah panik. Saya akan meletakkan bantal pada kaki, perut hingga kepala sehingga melindungi dia dari reruntuhan tembok atau atap rumah,” kata Puji.
Bila gempa berhenti, Puji akan mengangkat Putri ke kursi roda untuk dibawa keluar rumah untuk antisipasi gempa susulan.
Bagaimana kalau bencananya berupa banjir?
Puji juga punya strategi rupanya.
“Kalau akan banjir saya akan menyiapkan pakaian, pampers, roti, biskuit dan obat-obatan. Putri akan saya siapkan di kursi roda atau motor yang sudah dimodifikasi untuk keperluan Putri mobilisasi…” ujar Puji.
Sementara kalau bencana yang datang adalah angin ribut, maka Puji akan menutup pintu dan jendela rumahnya, mengangkat Putri ke kursi roda dan semua keluarga akan kumpul di ruang depan.”Kita akan berdoa,” ujarnya tersenyum.
Pengetahuan yang didapatkan Puji bukan dari sembarang sumber. Puji justru memperoleh semua informasi itu dari pelatihan dan seminar yang diadakah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Forum Disabilitas Tangguh Bencana (FDTB), Pusat Pemberdayaan Disabilitas Mitra Sejahtera (PPDMS) dan sejumlah LSM.
Tentu saja pengetahuan penting itu tidak disimpannya sendiri melainkan ditularkan kepada anggota keluarga lain, masyarakat dan anggota Mitra Ananda lainnya. Puji memang ketua Mitra Ananda, yaitu organisasi orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas.
Hingga saat ini mereka juga sudah mengetahui cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana termasuk menolong keluarga yang merupakan penyandang disabilitas lainnya, selain Putri.
Sayangnya ada kendala serius yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dan keluarganya. Kendala itu tak lain dan tak bukan adalah infrastruktur mitigasi bencana saat ini belum ramah untuk penyandang disabilitas.
Pembangunan Belum Melibatkan Penyandang Disabilitas
Puji Lestari dan anggota Mitra Ananda memang mengeluh banyaknya infrastruktur mitigasi bencana yang belum “paham” keperluan penyandang disabilitas.
Puji mencontohkan papan petunjuk arah lokasi titik kumpul hanya berupa gambar tanda panah sehingga penyandang disabilitas netra susah untuk mengetahuinya. Contoh lain yang tidak kalah mengenaskannya adalah lokasi titik kumpul biasanya di balai dusun.
Padahal banyak balai dusun yang sulit diakses penyandang disabilitas karena masih ada anak tangga di pintu masuk plus toiletnya sempit.
“Ini disebabkan otoritas belum paham kebutuhan- kebutuhan penyandang disabilitas serta ditambah tidak melibatkan penyandang disabilitas dalam musyawarah perencanaan pembangunan,” kata Puji.
Akibatnya penyandang disabilitas pun hanya pasrah menerima saja.
“Kita berharap penyandang disabilitas atau perwakilan keluarga dilibatkan di kegiatan-kegiatan dusun atau desa sehingga pemerintah desa bisa menampung aspirasi. Sehingga dengan hal tersebut penyandang disabilitas akan lebih mandiri dalam aktivitas sehari – hari dan Tangguh dalam menghadapi bencana,” kata Puji.
Hal senada juga disampaikan Hardiyo selaku ketua FDTB. Menurut Hardiyo infrastruktur mitigasi bencana di Gunungkidul saat ini belum aksesibel bagi penyandang disabilitas karena mindset otoritas.
“Ada anggapan sesuatu yang aksesibel itu mahal dan hanya untuk para disabilitas padahal sebenarnya jika infrastruktur ini aksesibel bisa digunakan oleh siapa saja,” kata Hardiyo.
Sementara Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Agus Wibawa Arifianto Agus Wibawa mengatakan infrastruktur ramah disabilitas sudah diterapkan di beberapa bangunan baru di Gunungkidul.
“Yang belum itu gedung lama. Ada beberapa faktor penyebabnya diantaranya saat pembangunan gedung lama jelas belum ada payung hukum atau pedoman pelaksanaannya soal pembangunan infrastruktur yang ramah disabilitas,” kata Agus Wibawa.
Dia berharap FDTB atau lembaga serta aktivis disabilitas bisa membantu melakukan sosialisasi jika ada kebijakan-kebijakan baru terkait aksesibilitas dan hak-hak penyandang disabilitas. “Hal ini bisa disosialiasikan kepada mereka yang mempunyai wewenang dalam pembangunan maupun masyarakat,” kata Agus
Warto deso Jumat 9 juli 2021 UPT Puskesmas Nglipar 2 bekerjasama dengan pemerintah kelurahan katongan melakukan vaksinasi untuk masyarakat yang dilaksanakan selama 2 hari yaitu Kamis 8 Juli dan jum’at 9 juli . Peserta vaksinasi selama 2 hari ini yang terdaftar sebanyak 536 orang yang tervaksin 470 orang tertunda 66 orang. penyebab tertundanya vaksinasi terhadap 66 orang tersebut beragam tekanan darah tinggi dan sebagainya yang memang beresiko jika menerima vaksin.
pemerintah desa katongan mengapresiasi antusias masyarakat dalam program vaksinasi yang bertempat di komplek kelurahan katongan dihadiri oleh 536 orang . Wawan Gunarjo selaku Kasi Pelayanan / Kamituwo kelurahan katongan menyampaikan pesan kepada masyarakat walaupun sudah menerima vaksinasi harus tetap patuh terhadap protokol kesehatan , jika beraktivitas keluar rumah harus memakai masker. Selain itu masyarakat juga harus menjaga imunitas tubuh dengan mengkonsumsi makanan dan minum yang cukup serta mengkonsumsi vitamin karena selain sedang terjadi pandemi saat ini juga sudah mulai masuk musim pancaroba saatnya pergantian musim dimana cuaca sangat dingin maka kalau daya tahan tubuhnya rendah akan mudah sakit sehingga masyarakat kelurahan katongan terjaga kesehatanya.
beberapa masyarakat menyampaikan alasannya mengikuti vaksinasi ini adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh dan kekebalan terhadap covid -19 ini . mereka juga menyampaikan dengan meningkatnya kekebalan masyarakat pandemi yang sudah terjadi hampir 2 tahun ini segera berakhir dan bisa hidup seperti terjadi saat pandemi.